Ngayogjazz 2018 coba menhadirkan sensasi "jazz" alternatif bagi para pendengar
Oleh: Rayhan Naufal Asyrafi
Perhelatan Ngayogjazz ke-12 baru saja selesai digelar pada 17 November 2018 yang lalu. Gelaran festival jazz yang rutin diselenggarakan tersebut digelar di Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul.
Mengangkat tema "Negara Mawa Tata, Jazz Mawa Cara", tema ini merupakan plesetan dari kata "Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata". Kata tersebut sendiri memiliki arti: Walaupun Negara mempunya hukum dan tata Negara, namun tiap daerah juga memiliki adat dan budaya yang khas.
Ngayogjazz mengajak para penonton untuk menghormati kearifan lokal tiap daerah dengan perantara musik jazz. Esensi tema tersebut diharapkan bahwa melalui musik jazz, para penonton bisa mematuhi peraturan yang dibentuk oleh negara, namun tetap bisa menghormati adat lokal yang ada tiap daerah.
Musik jazz yang lekat dengan segmen pendengar masyarakat kelas atas, tidak berlaku pada gelaran ini. Semua penonton dari segala kalangan melebur menjadi satu untuk menikmati musik jazz. Jazz tidak lagi menjadi sekedar musik, namun fenomena budaya yang saling mengeratkan antar golongan.
Ngayogjazz tahun ini total menyediakan 6 panggung sebagai opsi bagi penonton untuk menyaksikan musik jazz. Musisi yang hadir pun beragam. Mulai dari skala nasional hingga internasional. Sebut saja musisi Tompi, si ikonik Syaharani & Queenfireworks, Trio Tohpati hingga sang legenda, Idang Rasjidi & Margie Segers. Sedangkan musisi internasional yang dihadirkan adalah Nita Aartsen ft. Jean Sebastien Simonoviesz (Perancis) & Mikele Montolli (Italia), Kika Sprangers Quientet (Belanda), Ozma Quintet (Perancis), Rodrigo Parejo Quartet (Spanyol).
Selain menghadirkan musisi kondang, ngayogjazz turut mengangkat para penampil lokal di Panggung Lurah. Hal ini sejalan dengan tema acara untuk menjadikan jazz sebagai perantara untuk menghormati kearifan lokal. Dibuka dengan penampilan Reog Anak Gilangharjo, lalu Gejog lesung, Sholawatan, Panembrama, hingga musik kontemporer dan sendratari Gilangharjo.
Para penonton sendiri tidak hanya memiliki opsi untuk menyaksikan musik jazz. Mereka bisa berkeliling dan menikmati kuliner atau membeli cindera mata khas Gilangharjo.
"Saya sendiri sih datang ga cuma buat nonton jazz aja. Ngayogjazz kan emang tiap tahunnya ada banyak kuliner gitu. Saya lebih pengen ke wisata kulinernya sih." Kata Kat, penonton Ngayogjazz dari UGM.
Kian malam, suasana desa yang dibalut dengan alunan musik jazz makin menguatkan atmosfer yang dihadirkan. Malam itu ditutup dengan penampilan Tompi dan Sang Legenda, Idang Rasjidi dan Margie Segers. Para penonton pun menunjukkan perasaan puas dan bahagia atas penampilan yang dihadirkan. Pesan yang ingin disampaikan penyelenggara pun dirasa sampai dengan berjalan lancarnya acara tersebut. Ngayogjazz 2018 berhasil menciptakan sensasi "jazz" tersendiri bagi para penonton.
Comments