“Guanlin di mata gue itu sebagai pacar, pangeran, yang terkasih dan tersayang, dan sebagai khayalan, karena gue tahu meskipun gue cinta dan ngarep sama mereka, perasaan gue tidak akan pernah terbalaskan. Saingan aing sejuta umat di dunia haha.”
Oleh: Ganisha Puspitasari
Awandasari Syahida, 21 tahun, sudah memasuki dunia fangirl sejak dirinya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Berawal dari keisengannya menonton salah satu saluran televisi korea, yaitu KBS, dirinya langsung menggilai boyband asal Korea, SHINee. Taemin, salah satu anggota SHINee, seketika membuat dirinya jatuh hati. Bukan hanya sekedar mengagumi paras wajahnya, mahasiswi yang menyebut dirinya Shawol (nama klub penggemar SHINee) ini juga mengagumi segala tingkah laku dan cara berpikir yang Taemin tunjukkan di media sosial.
Kisah dirinya sebagai seorang Shawol, berakhir di tahun 2017. Wanna One, boyband yang baru debut tahun lalu, berhasil memikat hati mahasiswi yang biasa disapa Wanda ini. Kefanatikannya terhadap Wanna One jauh lebih tinggi dibanding saat dirinya menjadi Shawol. Wanita berusia 21 tahun ini, bahkan rela mengeluarkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan gaya hidupnya sebagai seorang fangirl.
Sepanjang tahun 2018, Wanda tercatat mengeluarkan uang lebih dari Rp 15.000.000,- untuk membeli kebutuhan fangirl-nya sebagai seorang wannable (nama klub penggemar Wanna One). Uang tersebut dipergunakan dalam hal: Rp 5.600.000 untuk mendatangi konser dan fan meeting; Rp 3.250.000 untuk membeli beberapa album musik; Rp 3.155.000 untuk membeli beberapa album tur Wanna One; dan sisanya untuk membeli beberapa peralatan, seperti lightstick, majalah, foto essay, dan kosmetik yang berkolaborasi dengan Wanna One.
Tidak hanya pengorbanan berupa material, Wanda mengaku dirinya sering kali menyisihkan waktu untuk live streaming konser Wanna One di tengah malam. Mahasiswi berusia 21 tahun ini, juga aktif mengikuti kegiatan fanbase Wanna One jika sedang ada suatu perayaan, seperti ulang tahun salah satu anggota boyband Wanna One ataupun hanya sekedar kumpul-kumpul sesama penggemar Guanlin (salah satu member Wanna One).
Berbeda dengan Wanda, Sri Prita, 19 tahun, tidak mengikuti perkumpulan fanbase, walaupun dirinya merupakan penggemar boyband Seventeen. Seventeen adalah salah satu boyband Korea yang aktif sejak 2015. Mahasiswi yang akrab disapa Prita ini, menyukai K-Pop sejak dirinya duduk di bangku SMP. Tidak hanya Seventeen, dirinya juga merupakan penggemar girlband asal Korea, Red Velvet.
Prita mengaku kehadiran idolanya membuat dirinya tidak merasa kesepian. Baginya, setiap anggota Red Velvet maupun Seventeen memiliki peran masing-masing dalam hidupnya.
“Ada yang gue anggap teman dekat, ada yang gue anggap abang dan unnie (kakak wanita), ada yang gue anggap cerminan diri gue, dan ada yang gue anggap inspirasi,” tutur Prita terkait peran masing-masing anggota.
Sebagai seorang Carat dan Reveluv (nama klub penggemar Seventeen dan Red Velvet), tentu Prita juga mengeluarkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan fangirl. Dalam beberapa bulan terakhir, mahasiswi berusia 19 tahun ini, sudah mengeluarkan uang lebih dari Rp 6.000.000,-. Uang tersebut tentu dipergunakan untuk membeli: tiket konser, lightstick, album musik, dan merchandise lainnya.
Para fangirl K-Pop, seperti Wanda dan Prita setiap harinya membuka twitter, instagram, dan juga fancafe. Mereka selalu menunggu momen dimana idola mereka melakukan live streaming. Momen ini membuat para penggemar merasa lebih dekat dengan idola mereka.
Fenomena fangirl tentu membuat beberapa orang bertanya bagaimana dan mengapa seseorang dapat menjadi fanatik terhadap idolanya. Menurut Widya Ananda Pratiwi, mahasiswi magister profesi psikologi Universitas Ahmad Dahlan, ketika seseorang mengidolakan orang lain, proses yang dilalui sama dengan saat seseorang sedang jatuh cinta.
“Ada beberapa faktor yang menjadikan seseorang menjadi fangirl. Salah satunya adalah harga diri. ketika seorang idola berperilaku positif, maka perilaku tersebut akan diinternalisasi oleh sang penggemar, dan hal tersebut merupakan suatu capaian yang dapat dibanggakan oleh penggemar, hal itulah yang dapat meningkatkan harga diri mereka,” ujar Ananda saat ditanya mengenai sebab perilaku fangirl.
Faktor lainnya adalah mencari identitas. Dalam proses mencari identitas, tentu manusia, khususnya remaja, membutuhkan role model yang dapat ditiru dan dijadikan panutan. Menjadi fangirl adalah salah satu cara alternatif remaja untuk menemukan identitas seperti apa yang ingin mereka miliki.
Commenti