top of page

Raja Pensi Jakarta: Gak ada Matinya!


Pensi dan massanya memberikan semangat dan energi bagi perkembangan band - band indie pada era 2000-an

Oleh : Rayhan Naufal Asyrafi

Jimi (The Upstairs), Ario (The Adams), Henry (Goodnight Electric), Sari (White Shoes & the Couples Company) - Sumber: Internet, Kolase: Rayhan

Seorang teman saya yang melalui masa SMP – SMA pada tahun 2000an mengenang masa dimana teman – temannya rela kabur dari jam belajar di sekolah hanya untuk datang menonton The Upstairs. Saya membayangkan bagaimana gilanya fenomena raja pensi pada masa itu. Saya berimajinasi bagaimana obsesi anak muda terhadap para pensi dan band - band pada masa itu.


Band indie Jakarta sukses merajai fenomena dunia pensi pada masa itu. Setidaknya ada empat nama besar saat itu: Goodnight Electric, The Adams, The Upstairs, dan White Shoes & the Couples Company.


Pergerakan musik indie Indonesia yang telah dimulai sejak pertengahan 90an, meledak pada saat kemunculan mereka. Bukan tanpa alasan. Pada masa itu industri musik Indonesia diisi banyak sekali band pop dengan tema cinta. Mereka hadir menawarkan alternatif baru. Dan itulah yang direspon dengan baik oleh para anak muda.


Mereka semua lahir dari satu tempat yang sama di Cikini. Tempat itu adalah IKJ (Institut Kesenian Jakarta). Jimi, vokalis The Upstairs dalam wawancaranya di dokumenter “terekam” mengatakan bahwa IKJ adalah tempatnya mendapatkan nutrisi untuk ia naik panggung. Walau dari satu tempat yang sama, mereka tetap mencoba ingin menampilkan sesuatu yang berbeda. Persaingan hadir bersamaan dengan support yang tinggi antar band tersebut.


Pada masa itu ada satu tempat fenomenal di Jakarta. BB’s Café. Eunice Nuh, Penggagas acara BB’s sadar bahwa para band indie dengan berbagai macam aliran butuh sebuah panggung untuk bermain. Akhirnya BB’s sendiri menjadi sebuah panggung, tempat nongkrong, dan berkumpul anak muda yang terkenal pada masanya. Mereka yang butuh sebuah hiburan dengan alternatif lain akan dating ke BB’s, saksi pertumbuhan musik indie pada masa itu.


Para band tersebut terus memperluas panggung mereka. Pensi menjadi suatu tren yang tumbuh bersama kehadiran mereka. Penonton pensi memiliki semangat yang tinggi dan itu yang dibutuhkan para band tersebut untuk terus tumbuh. Selain itu pensi menjadi alternated anak muda untuk menyaksikan hiburan musik. Pensi memiliki stigma yang lebih baik di mata orang tua dibanding acara musik di sebuah bar atau kafe.


Band macam Goodnight Electric sukses menjadi bintang karena pensi. Mereka harus merubah kebiasaan mereka untuk menghadapi penonton gig kafe atau bar, ke penonton pensi yang rata – rata masih usia sekolah dan jumlahnya banyak.


"Gue masih ingat satu pensi—lupa sih SMA mana—pokoknya panitianya jemput kami. Pas sampai lokasi, ada semacam barisan pelindung, yang bikin anak-anak SMA misahin kita dari anak sekolah sampai mbak-mbak yang lebih tua," Ungkap Henry Goodnight Electric pada wawancaranya bersama VICE.


'Crowd' Pensi era 2000-an - Sumber: Arsip Goodnight Electric

Pensi terus berkembang, tapi mereka tidak selesai di situ. Mereka mulai masuk ke ranah TV dengan hadir di MTV. Bahkan, hingga punya panggung di luar negeri. Festival South by South West di Austin menjadi salah satu panggung luar negeri pertama White Shoes & the Couples Company. Sari dalam wawancaranya di documenter “Terekam” mengatakan bahwa budaya pop di Indonesia kurang disorot dan diperkenalkan secara lebih luas. Orang – orang di luar negeri hanya tau Indonesia dari sisi tradisional. Bahkan orang disana sempat bertanya kepada Sari apakah di Indonesia ada playstation. Seakan – akan kita tertinggal dalam pertumbuhan budaya pop.


Media mainstream seperti TV dan Radio juga menjadi salah satu pendukung tumbuhnya para band tersebut. The Adams mengisi soundtrack untuk film Janji Joni, Mataram milik The Upstairs meledak di radio nasional. Bahkan para penyiar diminta untuk tidak memutar lagu tersebut sering – sering karena saking banyaknya permintaan akan lagu itu.


Mungkin masa – masa itu sudah berlalu kurang lebih 10 tahun yang lalu. Tapi selama waktu tersebut, mereka tidak benar – benar hilang. Mereka tetap berkarya dan didukung oleh fan base mereka yang memang sudah mengakar. Beberapa menghilangkan rasa jenuh dengan mencoba berkarya dengan alternatif baru lewat band lain. Seperti Jimi yang sudah membuat beberapa project lain dengan Morfem dan Jimi Jazz.


Siklus budaya pop lama kini seperti berputar kembali. Beberapa waktu yang lalu, anak muda kembali mendengarkan musik disko Indonesia lama dekade 80-90an. Hal ini agaknya menjadi titik untuk para band tersebut keluar lagi. The Adams meluncurkan single baru “Pelantur”, sedang The Upstairs dengan single mereka “Semburat Silang Warna”.


Cita rasa musik mereka yang kuat membuat karya – karya mereka mengakar kuat bagi para pendengarnya. Masih ada sensasi yang didapat ketika kita menyusuri jalan di Jakarta sambil mendengarkan “Konservatif” milik The Adams, Menikmati sore sambil ditemani “Kisah dari Selatan Jakarta” milik White Shoes, atau bahkan berdansa “gila” diiringi lagu – lagu The Upstairs atau Goodnight Electric.


Kita tidak sedang mengenang mereka pada masa kejayaannya. Kita menikmati sesuatu yang tidak pernah luntur dan telah mengakar.

383 views0 comments

コメント


bottom of page